Komunitas Lebih Memilih Berinvestasi kemudian Mengurangi Simpanan dalam Bank, Hal ini Alasannya

Reporter: | Editor:

KONTAN.CO.ID –�JAKARTA. Warga terlihat lebih tinggi berminat untuk berinvestasi salah satunya di dalam Surat Berharga Negara (SBN), ketimbang menyimpan dananya dalam bank. Terlihat, kepemilikan individu dalam SBN yang digunakan naik sepanjang tahun ini.

Data Kustodian Sentral Efek Nusantara (KSEI) menunjukkan, total penanam modal SBN per akhir Juni 2024 telah lama mencapai 1.106.485 investor, baik individu maupun institusi. Dari jumlah keseluruhan tersebut, sebesar 97,97% merupakan pemodal individu.

Adapun berdasarkan data Kementerian Keuangan, kepemilikan individu dalam SBN sampai dengan 26 Juli 2024 telah dilakukan mencapai Mata Uang Rupiah 504,55 triliun. Naik dari akhir tahun 2023 sesudah itu yang mencapai Rupiah 435,05 triliun kemudian periode sejenis tahun sebelumnya yang mana sebesar Rupiah 380,59 triliun.

Di sisi lain, distribusi akun simpanan pengguna menengah ke berhadapan dengan atau dengan tiering Simbol Rupiah 100 jt – Mata Uang Rupiah 200 jt cuma mencapai 0,5% dari total simpanan. Adapun simpanan dengan tiering Mata Uang Rupiah 200 jt – Mata Uang Rupiah 500 jt cuma mencapai 0,4% dari total simpanan.

Baca Juga:

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, perebutan antara simpanan dalam perbankan dengan penanaman modal pada SBN ini salah satu faktornya lantaran disebabkan oleh tingginya imbal hasil dari SBN yang bahkan mencapai 6%-7%. Sementara dari suku bunga deposito semata-mata 2%-4%.

“Jadi spread atau selisihnya semakin menjauh, lalu sejumlah kelas menengah atas, khususnya orang-orang paling kaya memarkir dananya pada SBN, teristimewa juga untuk mengkompensasi dari pemuaian materi makanan yang dimaksud pada waktu ini berkisar 7% secara tahunan. Jadi dia juga tak cuma membandingkan pemuaian umum, tapi juga membandingkan naiknya harga material makanan yang tersebut memang sebenarnya cukup tinggi,” jelas Bhima terhadap Kontan.co.id, Hari Senin (29/7).

Sehingga kata Bhima, kalau disimpan pada deposito berjangka misalnya atau tabungan dengan bunga yang tersebut relatif kecil, nilai uang merek akan tergerus oleh inflasi. Selain itu mereka mengantisipasi beragam hal, salah satunya pemilihan raya yang mana berlangsung kemarin yang mana itu juga berpengaruh.

“Mereka lebih banyak berhati hati, berjaga-jaga untuk masuk ke safe havenatau bergeser ke surat utang pemerintah. Dan pada sisi yang digunakan lain memang benar pemerintah cukup agresif ya pada hal pemasaran penerbitan surat utang berdenominasi rupiah atau dipasarkan dalam domestik,” tambahnya.

Selain itu, menurut Bhima ada juga aspek dari perbankan-perbankan yang digunakan memungkinkan untuk melakukan pembelian surat utang pemerintah. Jadi itu salah satu pemicu kenapa ada perubahan dari tabungan ke pembelian SBN ORI.

Pengamat Pasar Modal sekaligus Guru Besar Fakultas Sektor Bisnis juga Bisnis Universitas Nusantara Budi Frensidy juga menilai, sebab banyak yang tersebut sudah ada mengenali SBN lebih besar mendebarkan dari sisi bunganya lalu pajak penghasilannya yang mana lebih lanjut rendah dari deposito yang digunakan menciptakan warga tambahan tertarik berinvestasi dalam SBN daripada menaruh dana di dalam bank.

“Ini berarti inklusi keuangan kemudian komoditas bursa modal sudah meningkat. Karena bunga tabungan kan cuma nol koma persen setahun dan juga kena PPh 20%, adapun deposito sekitar 4%-5% dengan tarif PPh yang digunakan sama. Sementara SBN apalagi SRBI dapat 7,25% dengan PPh 10%,” ungkapnya.

Sementara itu, Budi Raharjo, Perencana Keuangan Oneshildt mengatakan, warga Indonesia dapat dikatakan pada waktu ini lebih banyak menjalankan keuangannya dengan lebih lanjut hati-hati setelahnya menghadapi pengalaman masa-masa krisis sebelumnya ditambah dengan status ketidakpastian sektor ekonomi global akhirnya menjadikan penanaman modal pada instrumen yang digunakan lebih besar konservatif memang benar dinilai lebih banyak menarik.

Baca Juga:

“Bagi kelas menengah bawah pasca terpukul akibat pandemi dia sedang membenahi keuangannya dengan meningkatkan jumlah agregat tabungannya juga melakukan prioritas belanjanya sesuai kebutuhan. Sedangkan bagi tier atas, maka dana likuiditas yang ditempatkan ke bank dirasa telah cukup memadai serta mulai menambah porsi pembangunan ekonomi yang aman juga dijamin oleh negara seperti SBN,” katanya.

Apalagi kata Budi bagi mereka yang digunakan mempunyai dana yang digunakan sudah ada mencapai dalam berhadapan dengan besaran nilai simpanan yang dimaksud dijamin, maka langkah diversifikasi lalu mengamankan dana ke instrumen lain ini bermetamorfosis menjadi penting bagi kelas komunitas atas.

“Saya melihatnya tidak berarti komunitas tidaklah tertarik dengan menempatkan dananya di bank kemudian mengalokasikan dana ke instrumen lainnya, namun lebih banyak terhadap langkah-langkah diversifikasi cuma lalu tentunya lantaran edukasi pemerintah mengenai instrumen SBN juga arahan dari pihak bank sendiri yang tersebut juga berubah jadi mitra distribusi surat berharga SBN,” ujarnya.

Budi melihat, tren ke depan, dengan semakin meningkatnya literasi rakyat maka diversifikasi kemudian alokasi aset ini akan berubah menjadi standar pengelolaan keuangan masyarakat. Menurutnya, sebagian dana akan ditempatkan pada akun tabungan yang digunakan cukup likuid untuk operasi sehari-hari.

Selain itu, sebagian pada penempatan deposito untuk berjaga-jaga atau permintaan jangka pendek, dan juga sebagian pada instrumen lainnya sesuai dengan tujuan investasi, jangka waktu pembangunan ekonomi dan juga profil di berinvestasi.

Selanjutnya:

Menarik Dibaca:

Cek Berita lalu Artikel yang dimaksud lain pada



Artikel ini disadur dari Masyarakat Lebih Memilih Berinvestasi dan Mengurangi Simpanan di Bank, Ini Alasannya